Aku adalah seorang mama berusia 57 tahun, aku sudah pensiun 2 tahun terakhir ini. Anakku laki-laki dan berusia 31 tahun. Tepat di tahun aku pensiun, anakku menikah, aku memang sangat sayang dan memanjakan anakku sejak kecil.
Sejak ia menikah, aku tentunya mulai bertanggung jawab untuk merawat anakku serta menantuku. Aku sudah menganggap hal ini sebagai hal yang memang seharusnya. Awalnya aku pikir anakku mau tinggal denganku setelah menikah, tapi dia dan istrinya mengatakan kalau mereka pasangan muda dan butuh ruang gerak, akhirnya aku pun melepaskannya.
Tapi supaya dekat dan mudah menjaga mereka, aku dan suamiku kemudian pindah ke komplek tempat mereka tinggal. Setiap pagi aku akan pergi ke rumah anakku dan membantu mereka membuat sarapan dan membersihkan rumah. Setiap malam aku juga akan membantu mereka memasak dan menunggu mereka sampai mau tidur, aku baru pulang ke rumah.
Sampai suatu hari, aku masih melakukan hal yang sama setiap harinya, membawa sayur pulang dari pasar dan pergi ke rumah anakku, tapi hari itu aku tidak bisa membuka pintu rumah anakku. Bukan karena aku salah membawa kunci, tapi ternyata menantuku mengganti kunci rumahnya. Dia bilang, "Di komplek ini banyak pencuri, jadi…."
Hari itu, aku juga sama seperti biasanya, aku memasak sarapan untuk mereka, kemudian membersihkan rumah dan mencuci baju. Tapi, menantuku tidak memberikan kunci yang baru padaku, aku pikir mungkin dia lupa. Sampai malam harinya, anakku pulang, dia memberikanku kunci baru dengan tambahan, "Ma, jangan biarkan istriku tahu.."
Aku tahu hal ini tidak sesederhana kelihatannya. Keesokkan harinya, aku masih melakukan hal yang sama, pergi ke rumah anakku. Tapi sesampainya aku di depan rumah mereka, aku mendengar pertengkaran dari dalam rumah. "Kamu pasti kasih kunci ke mama kamu kan!"
"Siapa yang gak ngerasa risih, setiap mandi, taruh cucian di keranjang, besok paginya mama kamu pasti cuciin. Ngeliat semua pakaian dalam di jemuran, aku sama sekali gak senang karena dibantu, aku malah risih karena privasiku diganggu."
"Coba aja kamu liat, kamu terlalu dimanja mama kamu, setiap hari cuman tiduran di sofa, gak perlu ngapa-ngapain, gak pernah beres-beres, gak pernah buang sampah, kamu cuman gak disuapin aja, kalau nggak, kamu persis kayak anak-anak."
"Apa mama kamu gak bisa kayak mama orang lain, di masa tuanya menikmati hidupnya, pergi jalan-jalan atau liburan, atau pergi dengan teman-temannya menikmati teh sore, jangan terus kayak kamera yang merekam semua kegiatan kita."
Siapa sangka, ternyata aku mendengar semua itu dari mulut menantuku, ternyata inilah balasan dari "pengabdian 24 jam" aku. Tapi dari semuanya itu, yang paling membuatku sedih, justru jawaban dari anakku, "Dia itu mamaku, kamu mau aku gimana lagi?"
Aku selalu menyiapkan kedua tanganku untuk mereka, tapi ternyata, di mata menantuku, aku justru adalah seorang mama yang tidak mengerti keadaan,
Sepulang dari rumah anakku hari itu, aku menangis di depan suamiku dan menceritakan semuanya, "Dia itu anak aku satu-satunya, keinginan terbesarku adalah menjaga mereka dan berkorban bagi mereka, tapi aku malah dinilai seperti itu.
Suamiku cuman menjawab, "Ini pasti salah paham aja, nanti aku coba ngomong sama mereka."
Tapi kemudian, suamiku berkata padaku, "Coba kamu liat temen-temen kamu, semua pada pergi berlibur, bahkan ada yang keliling dunia. Kamu juga orang yang suka berpetualang, tapi demi mereka, kamu malah jadi ibu rumahan yang ketinggalan jaman. Coba kamu pikirin.."
Kalimat dari suamiku ini, membuat aku berpikir sangat lama, setiap katanya menusuk sampai ke hatiku. Apa aku memang gak pengen pergi jalan-jalan?
Akhirnya aku langsung mengajak suamiku pergi ke sebuah taman besar. Di sana ada beberapa ekor kambing, aku dan suamiku masih sempat melihat induk kambing melahirkan anaknya. Melihat kedekatan induk dan anak, aku juga ingat dulu, aku dan anakku begitu dekat.
"Kalau induk kambing itu kayak kamu juga, gak berani melepaskan anaknya, dan selalu nempel terus sama anaknya, kambing kecil itu mana mungkin bisa hidup? Apalagi, siapa sih orang yang mau menikahi pria yang masih nempel terus sama mamanya? Kayak anak yang masih disusuin terus.."
Suamiku tiba-tiba mengatakan hal ini. Sangat jelas, dia ingin aku mengerti sesuatu. Kemudian suamiku menambahkan, "Cinta seorang ibu yang sebenarnya, justru adalah momen dimana dia berani mundur dan melepaskan."
"Ibu yang tidak berani melepaskan anaknya dan mengira itu adalah cinta, justru mengambil seluruh kontrol dari kehidupan anaknya dan membuat anaknya tidak dewasa…"
Dalam hatiku aku berpikir, apakah aku benar-benar seorang mama yang seperti ini? Suamiku hanya tersenyum, kemudian dia membawaku pergi berlibur selama seminggu, aku dan suamiku banyak berfoto sebagai kenang-kenangan, dia bahkan mengajari aku bagaimana main instagram dan memosting foto kami berdua.
Kemudian, sepulang dari sana, aku menelepon anakku, aku bilang aku mau berkunjung ke rumahnya. Anakku jelas kaget, "Ma, bukannya mama punya kunci, datang aja langsung"
Aku cuman tertawa, sampai malam itu, aku dan suamiku pergi ke rumah anakku. Aku bercerita tentang perjalanan liburan kami. Kemudian aku masih bercanda, "Kami berencana masih mau pergi liburan, kalian mau nyumbang gak? Hahaha"
Siapa sangka menantuku langsung menjawab, "Ma, mama boleh pergi beli tas baru kesukaan mama, aku transfer sekarang yah ma.."
Malam itu, aku sangat bahagia. Sebelum pulang, aku mengeluarkan kunci rumah anakku dan memberikannya pada mereka, "Mama nanti gak bisa sering datang, walaupun mau datang, mama pasti telepon dulu."
Anakku kebingungan, "Ma, kenapa mam?" Aku hanya menjawab, "Mama gak marah, mama cuman belajar mundur." Aku kemudian memeluk anakku, air mataku pun mulai menetes. Itulah pertama kali aku mengucapkan perpisahan dengan anakku.
Selanjutnya, aku benar-benar melakukan banyak perjalanan berdua dengan suamiku. Kami berdua sudah pensiun, kalau tidak pergi jalan-jalan, kami bisa apa.. Anakku suka telepon dan bertanya dimana kami. Aku cuman membalasnya dengan mengirimkan fotoku dan suamiku. Siapa sangka fotoku ini kemudian dibagikan oleh menantuku ke teman-temannya.
Banyak orang bertanya, mengapa harus mempunyai anak? Menghasilkan keturunan atau mencari orang yang merawat di masa tua? Lalu ada orang yang menjawab dengan jawaban yang mengharukan, "Untuk berkorban dan menikmati."
Setiap orang tua pasti menjadikan anak mereka satu-satunya, demi anak, mereka rela mengorbankan apapun, bahkan mengorbankan kebahagiaan diri sendiri. Namun yang lebih penting, apa yang didapat oleh anak-anak dari didikan orang tua?
Kalau ditanya, apa teladan paling baik yang bisa diberikan orang tua? Kebahagiaan terbesar yang bisa diberikan orang tua untuk anak-anak adalah suami istri yang rukun dan saling mencintai. Karena kebahagiaan orang tua, pekerjaan orang tua, bahkan posisi sosial orang tua adalah hal-hal yang dipelajari oleh anak-anak.
Kita tidak boleh membiarkan anak-anak kurang kasih sayang di masa kecil, juga tidak boleh membiarkan anak-anak kurang mandiri setelah dewasa. Yuk kita sama-sama belajar mendidik anak menjadi pribadi yang sehat dan bahagia sobat cerpen!
Sumber : cocomy
Kalimat dari suamiku ini, membuat aku berpikir sangat lama, setiap katanya menusuk sampai ke hatiku. Apa aku memang gak pengen pergi jalan-jalan?
Akhirnya aku langsung mengajak suamiku pergi ke sebuah taman besar. Di sana ada beberapa ekor kambing, aku dan suamiku masih sempat melihat induk kambing melahirkan anaknya. Melihat kedekatan induk dan anak, aku juga ingat dulu, aku dan anakku begitu dekat.
"Kalau induk kambing itu kayak kamu juga, gak berani melepaskan anaknya, dan selalu nempel terus sama anaknya, kambing kecil itu mana mungkin bisa hidup? Apalagi, siapa sih orang yang mau menikahi pria yang masih nempel terus sama mamanya? Kayak anak yang masih disusuin terus.."
Suamiku tiba-tiba mengatakan hal ini. Sangat jelas, dia ingin aku mengerti sesuatu. Kemudian suamiku menambahkan, "Cinta seorang ibu yang sebenarnya, justru adalah momen dimana dia berani mundur dan melepaskan."
"Ibu yang tidak berani melepaskan anaknya dan mengira itu adalah cinta, justru mengambil seluruh kontrol dari kehidupan anaknya dan membuat anaknya tidak dewasa…"
Dalam hatiku aku berpikir, apakah aku benar-benar seorang mama yang seperti ini? Suamiku hanya tersenyum, kemudian dia membawaku pergi berlibur selama seminggu, aku dan suamiku banyak berfoto sebagai kenang-kenangan, dia bahkan mengajari aku bagaimana main instagram dan memosting foto kami berdua.
Kemudian, sepulang dari sana, aku menelepon anakku, aku bilang aku mau berkunjung ke rumahnya. Anakku jelas kaget, "Ma, bukannya mama punya kunci, datang aja langsung"
Aku cuman tertawa, sampai malam itu, aku dan suamiku pergi ke rumah anakku. Aku bercerita tentang perjalanan liburan kami. Kemudian aku masih bercanda, "Kami berencana masih mau pergi liburan, kalian mau nyumbang gak? Hahaha"
Siapa sangka menantuku langsung menjawab, "Ma, mama boleh pergi beli tas baru kesukaan mama, aku transfer sekarang yah ma.."
Malam itu, aku sangat bahagia. Sebelum pulang, aku mengeluarkan kunci rumah anakku dan memberikannya pada mereka, "Mama nanti gak bisa sering datang, walaupun mau datang, mama pasti telepon dulu."
Anakku kebingungan, "Ma, kenapa mam?" Aku hanya menjawab, "Mama gak marah, mama cuman belajar mundur." Aku kemudian memeluk anakku, air mataku pun mulai menetes. Itulah pertama kali aku mengucapkan perpisahan dengan anakku.
Selanjutnya, aku benar-benar melakukan banyak perjalanan berdua dengan suamiku. Kami berdua sudah pensiun, kalau tidak pergi jalan-jalan, kami bisa apa.. Anakku suka telepon dan bertanya dimana kami. Aku cuman membalasnya dengan mengirimkan fotoku dan suamiku. Siapa sangka fotoku ini kemudian dibagikan oleh menantuku ke teman-temannya.
Banyak orang bertanya, mengapa harus mempunyai anak? Menghasilkan keturunan atau mencari orang yang merawat di masa tua? Lalu ada orang yang menjawab dengan jawaban yang mengharukan, "Untuk berkorban dan menikmati."
Setiap orang tua pasti menjadikan anak mereka satu-satunya, demi anak, mereka rela mengorbankan apapun, bahkan mengorbankan kebahagiaan diri sendiri. Namun yang lebih penting, apa yang didapat oleh anak-anak dari didikan orang tua?
Kalau ditanya, apa teladan paling baik yang bisa diberikan orang tua? Kebahagiaan terbesar yang bisa diberikan orang tua untuk anak-anak adalah suami istri yang rukun dan saling mencintai. Karena kebahagiaan orang tua, pekerjaan orang tua, bahkan posisi sosial orang tua adalah hal-hal yang dipelajari oleh anak-anak.
Kita tidak boleh membiarkan anak-anak kurang kasih sayang di masa kecil, juga tidak boleh membiarkan anak-anak kurang mandiri setelah dewasa. Yuk kita sama-sama belajar mendidik anak menjadi pribadi yang sehat dan bahagia sobat cerpen!
Sumber : cocomy
0 Response to "Kisah : Seorang Ibu Merawat Keluarga Anaknya "Sekuat Tenaga", Namun "Satu Kalimat" Menantunya, Membuat Dia Mengakhiri Semuanya!"
Post a Comment